Hubungan Pembangunan Sarana Air Bersih dan Sanitasi Lingkungan Terhadap Peningkatan Derajat Kesehatan
(Studi Kasus Desa Jambearjo dan Desa Klampok Kabupaten Malang)Abstrak
Latar Belakang
Pemerintah telah melaksanakan kegiatan pembangunan Sarana Air Bersih dan Sanitasi Lingkungan sejak Pelita I sampai sekarang. Menurut laporan Bank Dunia dengan menggunakan data Susenas 2004, baru 48 persen penduduk terlayani air bersih. Untuk daerah perkotaan 42 persen dari jumlah penduduk perkotaan dan daerah perdesaan 51 persen dari jumlah penduduk perdesaan. Dalam laporan tersebut disebutkan selama 8 tahun dari 1994 sampai 2002, peningkatan cakupan air bersih hanya 10 persen di perdesaan dan 9 persen di daerah perkotaan. Selain itu sebanyak 40 persen penduduk perdesaan buang air besar tidak pada tempatnya yaitu di kebun, kolam, danau, sungai dan laut. Hal ini menyebabkan angka penyakit diare yang masih cukup tinggi yaitu 280/1.000 penduduk dan menempati urutan ketiga penyebab kematian pada bayi, urutan kedua pada balita dan nomor lima pada semua umur, dan sering timbul dalam bentuk kejadian luar biasa (KLB) dengan kematian cukup tinggi. Rendahnya cakupan sarana air bersih dan sanitasi lingkungan disebabkan karena prioritas pemerintah dalam pembangunan sarana air bersih dan sanitasi lingkungan bukan prioritas utama. Oleh sebab itu Bank Dunia telah memberikan pinjaman untuk pembangunan sarana air bersih dan sanitasi lingkungan melalui proyek WSLIC-2.
Tujuan dan Teknik Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengetahui keberhasilan proyek WSLIC-2 khususnya dalam peningkatan derajat kesehatan masyarakat melalui penurunan kejadian diare pada balita dan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian diare serta menentukan faktor-faktor yang paling dominan. Penelitian ini merupakan penelitian survei (non experimental). Teknik penelitian menggunakan kuesioner dengan responden ibu rumah tangga yang mempunyai anak balita. Desa yang disurvei adalah desa yang telah dibangun sarana air bersih dan sanitasi lingkungan dan desa yang belum dibangun sebagai desa kontrol. Untuk desa kontrol digunakan desa yang hampir sama kondisinya yaitu dari segi geografi, tingkat sosial ekonomi dan perilaku masyarakat dengan desa yang telah dibangun.
Hasil
Hasil penelitian adalah terdapat penurunan angka kejadian diare pada balita setelah pembangunan sarana air bersih dan sanitasi lingkungan di desa penelitian. Hal ini ditunjukkan dengan membandingkan antara desa kontrol (Desa Klampok) yang belum terbangun sarana sebanyak 28 kejadian diare dengan desa yang telah dibangun sarana yaitu desa Jambearjo sebanyak 13 kejadian. Apabila dihitung secara rata-rata pada semua umur penduduk di daerah penelitian, dapat diturunkan kejadian diare pada setiap 1.000 penduduk dari 154 kejadian menurun menjadi 90 kejadian diare. Penurunan kejadian diare pada balita diduga oleh ketersediaan air bersih, sarana untuk membuang air besar, perilaku mencuci tangan setelah buang air besar, mencuci tangan setelah membersihkan balita buang air besar, buang tinja bayi, membuang sampah dan pengetahuan kesehatan lingkungan.
Saran
Dalam penelitian disarankan agar pemerintah daerah dalam mengurangi kejadian diare pada desa lain dapat mereplikasi pendekatan proyek WSLIC-2 dengan lebih memperhatikan pembangunan sarana membuang air besar berupa pembangunan jamban dan mendorong perubahan perilaku hidup bersih terutama dalam cuci tangan dan membuang sampah. Perlu dilakukan penelitian lebih mendalam terutama desa Jambearjo untuk mengetahui faktor-faktor lain penyebab kejadian diare, karena walaupun dilaksanakan pembangunan sarana air bersih kejadian diare pada balita masih ada. Sebagaimana diketahui faktor penyebab diare tidak hanya disebabkan masalah air bersih dan sanitasi lingkungan saja, tapi masih banyak faktor lainnya.
Sumber:
Majalah Percik, Juli 2007
Disarikan dari tesis Rheidda Pramudhy
pada Program Studi Ilmu Lingkungan
Pascasarjana
Universitas Indonesia
Tujuan dan Teknik Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengetahui keberhasilan proyek WSLIC-2 khususnya dalam peningkatan derajat kesehatan masyarakat melalui penurunan kejadian diare pada balita dan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian diare serta menentukan faktor-faktor yang paling dominan. Penelitian ini merupakan penelitian survei (non experimental). Teknik penelitian menggunakan kuesioner dengan responden ibu rumah tangga yang mempunyai anak balita. Desa yang disurvei adalah desa yang telah dibangun sarana air bersih dan sanitasi lingkungan dan desa yang belum dibangun sebagai desa kontrol. Untuk desa kontrol digunakan desa yang hampir sama kondisinya yaitu dari segi geografi, tingkat sosial ekonomi dan perilaku masyarakat dengan desa yang telah dibangun.
Hasil
Hasil penelitian adalah terdapat penurunan angka kejadian diare pada balita setelah pembangunan sarana air bersih dan sanitasi lingkungan di desa penelitian. Hal ini ditunjukkan dengan membandingkan antara desa kontrol (Desa Klampok) yang belum terbangun sarana sebanyak 28 kejadian diare dengan desa yang telah dibangun sarana yaitu desa Jambearjo sebanyak 13 kejadian. Apabila dihitung secara rata-rata pada semua umur penduduk di daerah penelitian, dapat diturunkan kejadian diare pada setiap 1.000 penduduk dari 154 kejadian menurun menjadi 90 kejadian diare. Penurunan kejadian diare pada balita diduga oleh ketersediaan air bersih, sarana untuk membuang air besar, perilaku mencuci tangan setelah buang air besar, mencuci tangan setelah membersihkan balita buang air besar, buang tinja bayi, membuang sampah dan pengetahuan kesehatan lingkungan.
Saran
Dalam penelitian disarankan agar pemerintah daerah dalam mengurangi kejadian diare pada desa lain dapat mereplikasi pendekatan proyek WSLIC-2 dengan lebih memperhatikan pembangunan sarana membuang air besar berupa pembangunan jamban dan mendorong perubahan perilaku hidup bersih terutama dalam cuci tangan dan membuang sampah. Perlu dilakukan penelitian lebih mendalam terutama desa Jambearjo untuk mengetahui faktor-faktor lain penyebab kejadian diare, karena walaupun dilaksanakan pembangunan sarana air bersih kejadian diare pada balita masih ada. Sebagaimana diketahui faktor penyebab diare tidak hanya disebabkan masalah air bersih dan sanitasi lingkungan saja, tapi masih banyak faktor lainnya.
Sumber:
Majalah Percik, Juli 2007
Disarikan dari tesis Rheidda Pramudhy
pada Program Studi Ilmu Lingkungan
Pascasarjana
Universitas Indonesia